Larantuka, IMC- Peringatan Jumat Agung
di Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, yang berlangsung hari ini
berlangsung dengan penuh syahdu. Meski terlihat tidak terlalu ramai
dibandingkan dengan peringatan Semana Santa tahun-tahun sebelumnya, namun umat
Katolik di Larantuka ataupun pulau sekitarnya tetap mengikuti upacara Persisan
Anta Tuan dengan khusyuk.
Patung bayi
Yesus atau Tuhan Meninu dari Kapela Tuhan Meninu dibawa menuju armida (tempat
persinggahan) Pohon Sirih di Pantai Kuce. Sebuah kapal yang berisikan tiga
biarawati mengiringi perahu pembawa Tuhan Meninu dengan doa-doa yang ditujukan
kepada Tuhan umat Katolik.
Di belakang
perahu pembawa Tuhan Meninu, puluhan sampan yang ditumpangi dua atau tiga orang
yang mengenakan kaus hitam, ikut mengiringi bak penjaga patung bayi Yesus yang
bersemayam di perahu di depan mereka.
Beberapa kali
biarawati melantunkan doa-doa kepada Bunda Maria, sebagai ibu dari Yesus. Umat
Katolik di Larantuka memang menjadikan sosok Mater Dolorosa sebagai panutan
kehidupan. Kisah ibu penuh kasih yang memberikan pengorbanan dan merelakan
kepergian anaknya tercinta itu dielu-elukan para biarawati di sepanjang prosesi
laut Tuan Meninu.
Baca jauga : Kidungan Sungkawa Peziarah di Pesisir Larantuka NTT
Umat Katolik yang berasal dari pulau-pulau di luar Larantuka
berdatangan untuk mengikuti prosesi laut perarakan patung bayi Yesus dalam Jumat
Agung Semana Santa tahun ini, Jumat, 14 April 2017. Beberapa kapal besar
yang biasa digunakan sebagai angkutan laut di pulau-pulau seberang Larantuka
beberapa kali terlihat ingin mendahului kapal yang ditumpangi oleh biarawati.
Para petugas keamanan yang diterjunkan oleh Kementerian Perhubungan sering kali
harus merapatkan perahu cepat ke arah kapal-kapal tersebut.
Ada larangan
yang harus diingat oleh para peziarah yang menggunakan kapal ataupun sampan.
Sebuah mitos di Larantuka meyakini bahwa mendahului kapal pembawa biarawati
ataupun perahu pembawa patung bayi Yesus akan mendapat celaka.
Baca juga : Ribuan Peziarah Ikuti Prosesi Laut Tuhan Meninu
Di dalam
kapal-kapal itu sendiri, para peziarah terlihat khusyuk mendengarkan doa-doa
yang dilantangkan lewat pengeras suara di kapal yang ditumpangi biarawati.
Panasnya matahari Flores tak menjadi alasan peziarah tetap berdiri di bagian
depan kapal untuk mendengarkan lekat-lekat doa yang berkumandang di Selat
Larantuka.
Budayawan
Larantuka yang telah menerbitkan beberapa tulisan mengenai Semana Santa,
Bernadus Tukan, mengatakan prosesi yang dijalankan oleh umat Katolik Larantuka
pada Jumat Agung, adalah bentuk dramatisasi proses sengsara Tuhan Yesus.
"Jumat
Agung itu dramatisasi yang didominasi oleh ratapan. Di dalamnya ada juga
penjelmaan dari budaya ratapan dalam masyarakat Lamaholot (sebutan untuk warga
asli Larantuka)," katanya saat ditemui IMC, Jumat, 14/4/2017.
Baca juga : Kekudusan Malam Jumat Agung di Larantuka, NTT
Para Confreria
menunggu kapal pembawa patung bayi Yesus di Pante Kuce, Setelah prosesi laut
berlangsung selama dua jam, arak-arakan mengantar Tuhan Meninu tiba di Armida
Pohon Sirih di Pantai Kuche. Para Confreria, atau yang sering disebut juga
sebagai Laskar Maria, menyambut kedatangan perahu tersebut.
Di bawah payung hitam patung bayi Yesus diturunkan dari perahu. Diiringi ribuan peziarah, Confreria kemudian mengantar Tuhan Meninu menuju Gereja Katedral Larantuka. (Bataona)
Di bawah payung hitam patung bayi Yesus diturunkan dari perahu. Diiringi ribuan peziarah, Confreria kemudian mengantar Tuhan Meninu menuju Gereja Katedral Larantuka. (Bataona)