Lewoleba (NTT), IMC- Pembatalan proyek multi
years tahun 2014-2016 oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lembata berbuntut
panjang. Pemerintah Kabupaten Lembata digugat 300 milyar oleh PT Sinar Lembata.
Hal itu disampaikan tim kuasa hukum PT Sinar Lembata Emanuel
Belida Wahon, SH. dari kantor hukum Akhmad Bumi & Rekan kepada Wartawan IMC
setelah mendaftarkan gugatan PMH di Pengadilan Negeri Lembata (Kamis, 20/4).
Menurut Eman Wahon, pada tahun 2015 kliennya
telah melayangkan gugatan terhadap Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lembata di
Pengadilan TUN Kupang terkait Surat Plt. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Lembata No.: PU.600/06/I/2015 tanggal 12 Januari 2015 yang membatalkan lelang
yang dimenangkan kliennya.
“Akibat adanya Surat pembatalan tersebut,
klien kami dirugikan karena paket pekerjaan yang telah dimenangkan tidak dapat
dilanjutkan. Paket pekerjaan yang dimenangkan klien kami adalah Paket
Pekerjaan Peningkatan Jalan Hadakewa-Lamalela-Bobu dengan Nilai Penawaran Rp
8.931.334.000,00.- (delapan milyar sembilan ratus tiga puluh satu juta tiga
ratus tiga puluh empat ribu rupiah), “ kata Eman.
PT Sinar Lembata telah mengikuti seluruh
proses dan tahapan Pengadaan sesuai mekanisme yang diatur dalam Dokumen
Lelang dan Perpres Nomor; 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/ Jasa
Pemerintah, PT Sinar Lembata sudah dinyatakan sebagai Pemenang dan telah
diumumkan melalui Website LPSE NTT dengan Pengumuman/Berita Acara Hasil Lelang
(BAHP) Nomor: 08.03/PAN-BA.HP/XII/2014 Tanggal 02 Desember 2014.
“Akibat Plt. Kepala Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Lembata menerbitkan surat pembatalan pemenang lelang kepada klien
kami maka proses menyerahkan Jaminan Pelaksanaan kepada Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) dan seluruh proses lanjutan termasuk mengerjakan proyek tersebut
dihentikan atau tidak berlanjut,” jelas Eman.
Lebih lanjut, Eman mengatakan bahwa PT
Sinar Lembata melalui kuasa hukumnya di kantor Akhmad Bumi & Rekan
mengajukan gugatan di Pengadilan TUN Kupang, dan Pengadilan TUN Kupang
mengabulkan seluruh permohonan tersebut dengan Putusan Nomor:
03/G/2015/PTUN-KPG tanggal 13 April 2015 dengan amar putusan Menyatakan tidak
sah Surat Keputusan Tata Usaha Negara yang diterbitkan oleh Plt. Kepala Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Lembata (Tergugat), berupa Surat Nomor;
PU.600/06/I/2015 tanggal 12 Januari 2015 yang diterbitkan tentang
pembatalan / gagal lelang kepada PT Sinar Lembata dan memerintahkan Plt. Kepala
Dinas PU untuk mencabut surat pembatalan tersebut dan mewajibkan Plt. Kepala
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lembata (Tergugat) untuk melanjutkan proses
lelang paket pekerjaan peningkatan jalan multy years tahun 2014 untuk paket
Paket Pekerjaan Peningkatan Jalan Hadakewa –Lamalela-Bobu Multy Years 2014-2016
dengan Nilai Penawaran sebesarRp 8.931.334.000,00.- dengan Pemenangnya PT Sinar
Lembata sesuai Berita Acara Nomor: 08.03/PAN-BA.HP/XII/2014 Tanggal 02 Desember
2014.
Putusan Pengadilan TUN Kupang dikuatkan
dengan putusan Pengadilan Tinggi TUN Surabaya dengan putusan
No.;138/B/2015/PT.TUN.SBY tanggal 27 Oktober 2015 karena Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Lembata mengajukan banding.
Putusan Pengadilan Tinggi TUN Surabaya
dikuatkan dengan putusan Mahkamah Agung dengan putusan No.; 76 K/TUN/2016
tanggal 3 Mei 2016 karena Dinas Pekerjaan Umum mengajukan kasasi.
“Setelah putusan berkekuatan hukum tetap
(inkracht), Pengadilan TUN Kupang memanggil klien kami dan Dinas PU Kabupaten
Lembata melalui surat Nomor; W3-TUN3/1041/HK.06/10/2016 perihal permohonan
eksekusi atas putusan perkara TUN yang telah berkekuatan hukum tetap tapi
Tergugat tidak mengindahkan surat Pengadilan TUN tersebut,” ujar Eman
Wahon.
“PT Sinar Lembata melalui kuasa hukumnya kantor hukum Akhmad Bumi
& Rekan melayangkan surat kepada Dinas PU Kabupaten Lembata dengan Nomor;
B.30/LF-AB/X/2016 tanggal 11 Oktober 2016 perihal permohonan untuk menjalankan
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, tapi tidak diindahkan.
Akibat perbuatan tersebut telah menimbulkan kerugian bagi klien kami
sebagaimana dimaksud Pasal 1365 KUHPerdata,” tandas Wahon.
Unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH) oleh Penguasa menurut
Pasal 1365 KUHPerdata adalah “adanya perbuatan dan perbuatan itu melawan hukum,
adanya kerugian, adanya kesalahan atau perbuatan tersebut melanggar aturan
perundang-undangan, dan adanya hubungan kausal antara Perbuatan Melawan Hukum
(PMH) dan akibat yang ditimbulkan,” ungkapnya.
Eman menegaskan bahwa kliennya sudah
dinyatakan sebagai pemenang lelang sesuai aturan perundang-undangan yang
berlaku, kemudian Dinas PU Kabupaten Lembata membatalkan secara sepihak klien
kami selaku pemenang lelang serta Dinas PU tidak menjalankan putusan Pengadilan
yang telah berkekuatan hukum, olehnya telah memenuhi unsur Perbuatan dan
perbuatan tersebut Melawan Hukum, itu merupakan kesalahan dan melanggar aturan
perundang-undangan.
Bahwa dari perbuatan melawan hukum yang
dilakukan Tergugat dan telah melahirkan akibat secara langsung kepada klien
kami, akibat mana berupa kerugian sebagai akibat dari pembatalan lelang yang
telah dimenangkan klien kami merupakan hubungan kausal yang saling terkait dan
tidak dapat dipisahkan;
Menurut Wahon, dengan tidak menjalankan
putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap merupakan perbuatan yang
menggangu hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku,
bertentangan dengan kesusilaan, bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, dan
kehati-hatian yang seharusnya dijalankan oleh Dinas PU selaku aparatur
pemerintah yang selalu menjunjung tinggi hukum dan menjalankannya dengan itikad
yang baik.
Besaran nilai kerugian materil sebesar
5.262.041.727,00, ini merupakan akumulasi kerugian sejak klien kami dinyatakan
sebagai pemenang lelang.
Kerugian immaterial itu kerugian yang
bersifat dimasa mendatang atau kerugian-kerugian yang dapat diperkirakan akan
timbul dimasa mendatang. Kerugian ini berupa hilang kepercayaan terhadap
perusahaan dan membutuhkan pemulihan nama baik dalam waktu yang panjang,
kerugian mana sejatinya dapat dibayangkan dimasa mendatang dan akan terjadi
secara nyata, beber Wahon. Olehnya kerugian immaterial kerugian yang
tidak bisa dinilai dalam jumlah yang pasti. Untuk memperoleh besaran nilai
kerugian immateriil ini dapat dilakukan dengan menghitung orang yang mengetahui
bahwa klien kami telah menang lelang kemudian dinyatakan gagal lelang yang
dilakukan secara sewenang-wenang dan melanggar hukum, ungkap Wahon.
Karena pembatalan lelang tersebut telah
dikonsumsi publik secara luas sejak diterbitkan surat gagal lelang oleh
Tergugat pada tanggal 12 Januari 2015, telah diekspos secara transparan melalui
media cetak, media online maupun media sosial, olehnya pembatalan pemenang
lelang ini bukan hanya diketahui oleh masyarakat lokal Lembata, tetapi sudah
menjadi konsumsi publik secara regional dan Nasional.
Dengan demikian perhitungan besaran nilai
ganti kerugian immateriil akan semakin besar apabila dirupiahkan, bilamana
klien kami dinilai kerugian karena tercemar nama baik perusahaan dan berimbas
pada hilangnya kepercayaan pada perusaahan PT Sinar Lembata sebagai akibat
Perbuatan Melawan Hukum tersebut dengan menerbitkan surat batal lelang tanpa
kesalahan dan sewenang-wenang dengan nilai Rp 1.000.000.- (satu juta rupiah) per
orang, maka khusus untuk penduduk Kabupaten Lembata saja jumlahnya sebanyak
132.000 penduduk, diambil 50% penduduk Lembata atau 66.000,- penduduk Lembata
dikalikan Rp 1.000.000,-/ orang maka besaran ganti rugi immateriil mencapai
angka Rp 66.000.000.000,-(enam puluh enam miliar rupiah).
Apabila dihubungkan dengan jumlah penduduk
NTT yang jumlahnya mencapai kurang lebih 4 juta penduduk, taruhlah sekitar 10%
atau 400 ribu membaca surat kabar atau media online atau media sosial tentang
perusahaan PT Sinar Lembata yang gagal lelang, maka nilai ganti kerugian akan
mencapai Rp 300.000.000,- (tiga ratus milyar rupiah).
Oleh karena itu menurut Eman Wahon wajar,
beralasan hukum dan masih dalam batas-batas obyektif dan rasional apabila klien
kami mencantumkan besaran ganti kerugian immateriil senilai Rp
300.000.000.000,-(tiga ratus miliar rupiah);
Wahon juga mengatakan agar gugatan ini
tidak illusoir, kabur dan tidak bernilai dan menghindari usaha Tergugat untuk
kabur dari tanggungjawab atas kewajibannya, maka klien kami mohon agar
Pengadilan Negeri Lembata meletakkan sita jaminan atas sebidang tanah dan
bangunan yang ada diatasnya yang terletak di Jalan Tujuh Maret, Lewoleba,
Lembata, Nusa Tenggara Timur, atau yang dikenal setempat sebagai Kantor Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Lembata sesuai pasal 227 HIR/261 RBg.
"Klien kami juga memohon kepada Pengadilan
Negeri Lembata agar terlebih dahulu meletakkan sita jaminan atau
setidak-tidaknya Majelis Hakim menjalankan ketentuan pasal 227 ayat (1) HIR /
pasal 261 ayat (1) RBg sepanjang dimohonkan oleh klien kami dengan alasan
yang sesuai hukum," ungkap Wahon.
"Selain itu klien kami juga memohon untuk
menjamin pelaksanaan putusan, maka kepada Pengadilan Negeri Lembata untuk
menetapkan uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 10.000.000,00.- (sepuluh juta
rupiah) per hari yang wajib dibayar ketika Pemerintah Kabupaten Lembata lalai
menjalankan keputusan ini yang telah berkekuatan hukum tetap," tandas Eman
Wahon. (Bataona)